Kamis, 23 September 2010

Day #18: Pelajaran Bahasa Indonesia Kontemporer

Dulu Atau bernama Dan. Ia ada di antara ayah-ibu untuk mempersatukan mereka. Kemudian sesuatu terjadi. Ayah-ibu memutuskan untuk berpisah sehingga nama Dan berubah menjadi Atau. Ia tidak lagi mempersatukan ayah-ibu, justru harus memilih seorang di antaranya.

Atau tidak bisa memilih. Dia tidak mungkin menjadi “Ayah atau” maupun “Ibu atau”. Ia pun tidak bisa berdiri sendiri karena Atau bukan subyek yang mandiri. Maka Atau terlunta-lunta di belantara kata. Bimbang karena tak punya arti.

Pada suatu hari Krak, onomatopea (tiruan bunyi) dari sesuatu yang patah, datang menghampiri. Ia yang tahu persis rasanya terbelah menaruh simpati pada Atau. “Setidaknya ‘krak’ lebih mandiri daripada ‘atau’. Aku adalah kata hubung, lumpuh saat tak menghubungkan apapun,” keluh Atau. “Tetapi aku ini seperti bayang-bayang, Atau. Pada dasarnya aku tidak punya makna,” tanggap Krak. Keduanya lalu terdiam merenungi nasib masing-masing.

“Hei, kenapa kita tidak bergabung saja?” usul Atau. “Bergabung bagaimana?” Krak balik bertanya. “Kita tidak perlu menggantungkan diri pada kalimat. Mari menjadi kata benda, sebuah subyek yang dapat menjelaskan dirinya sendiri,” ujar Atau.

Sejak saat itu Krak dan Atau bergabung. Mereka melupakan masa lalu dan membangun makna baru yang sama sekali berbeda dengan pengertian yang mereka sandang sendiri-sendiri. Bersatulah mereka sebagai “Krakatau”, nama sebuah gunung berapi di antara pulau Jawa dan Sumatera. Krakatau berjaya di sana hingga kemudian sirna karena letusannya sendiri.

“Kami tidak sirna!” koreksi Krak

“Ya. Benda yang kami jelaskanlah yang sirna. Kami sendiri abadi sebagai kata,” tambah Atau.

***

“Anak-anak, demikianlah pelajaran Bahasa Indonesia hari ini. Semoga Jumat kalian penuh rahmat. Selamat menunaikan ibadah shalat Jumat bagi pemeluk agama Islam.” Bu Guru berkemas dan Krak! Penggarisnya patah. Tunggu dulu. Penggaris atau pinsilnya …?


Guru besar Bahasa Indonesia, J.S Badudu

dan Salamatahari buku dengan bahasa Indonesia "kontemporer" =p

5 komentar:

  1. haha,cerita hebat.dan ah ternyata ini pak J.S.BADUDU yang kalo nga salah pencipta buku pegangan wajib saya sewaktu SD.
    salam hormat saya utk beliau.

    BalasHapus
  2. Iya, J.S Badudu yang itu. Dia juga salah satu orang paling berpengaruh dalam Bahasa Indonesia, lho, sekarang malah kayaknya dia yg paling sepuh yg masih ada.

    Iya, ngikut ngasih salam hormat, ah =)

    BalasHapus
  3. salam hormat juga kepada Bapak J.S Badudu.

    kak dea selalu bisa mengorek satu kata menjadi bahan untuk mengoreksi hal lain.
    :)

    BalasHapus
  4. klo pengen ikutan caranya gimana dhea?

    BalasHapus
  5. Tetep maniak personifikasi seperti dulu. Powerful.

    BalasHapus