Jumat, 01 Maret 2013

Kisah Klenik di Malam Jumat



Belakangan ini Dea sering ikut Ikan Paus keliling. Sementara dia ngajar atau main musik di mana gitu, biasanya Dea nyari colokan dan ngerjain kerjaan Dea sendiri. Ternyata trik itu lumayan efektif, terutama di saat-saat semua deadline numpuk di bulan Maret-April gini. Di luar rumah, Dea malah suka jadi lebih produktif.

Tapi bukan kerjaan Dea yang mau Dea ceritain.



Pada suatu hari, Ikan Paus ngejemput Dea lebih pagi daripada biasanya. Sebelum ngajar flute, dia mau ke kantor bea cukai dulu ngambil barang. Tapi ada masalah sama kirimannya. Harga pajaknya naik berkali-kali lipet. Sepanjang jalan, Ikan Paus jadi lebih banyak diem.

“Kamu tegang, ya?” Dea nanya.
“Iya. Soalnya aku nggak tau apa yang bakal terjadi di sana …”

Sebelumnya Ikan Paus pernah punya urusan yang agak merepotkan sama bea cukai. Dea kebayang, dia pasti males ngadepin gitu-gituan lagi. Jadi Dea usap-usap aja punggungnya supaya dia lebih tenang.

Begitu sampe di bea cukai, Ikan Paus langsung nyamperin loket kiriman luar negeri. Pas dia lagi ngomong-ngomong sama ibu-ibu yang bertugas, di sebelah loket Dea nemu bungkus permen yang tulisannya “Don’t worry”.  Perasaan Dea jadi tenang. Dea yakin bungkus permen itu nggak kebetulan ada di situ.

“Liat, Ikan Paus, semuanya pasti bakal beres dan baik-baik aja,” kata Dea seyakin-yakinnya sambil nunjuk bungkus permen itu.
Ikan Paus cuma ketawa.
Abis itu, sambil nunggu Ikan Paus dioper ke proses berikutnya, Dea motret-motret si bungkus permen.



Temen-temen, percaya nggak? Bungkus permen itu bener. Nggak ada yang perlu dikhawatirin. Di luar kebiasaan, nggak ada masalah seeeeedikitpun waktu Ikan Paus complain ke petugas pajaknya. Dengan ringan, sambil ngebenerin suratnya, petugas pajaknya bilang, “Wah, iya, nih, ini emang ngaco …”

Proses selanjutnya dan selanjutnya dan selanjutnya pun lancar sekali. Nggak perlu bersitegang, nggak perlu bayar uang tambahan, dan paket pesenan Ikan Paus bisa diambil saat itu juga.


“Betul kaaaan kata bungkus permennyaaaa …” kata Dea.
Ikan Paus ketawa-ketawa sambil ngeliatin Dea kayak Dea itu barang aneh, “Kamu itu absurd banget, sih? Gara-gara sama kamu, lama-lama aku kebawa klenik …”
Dea nyengir aja.

Dea nggak tau apa persisnya “klenik”. Yang Dea tau, sebenernya hal-hal magical nggak pernah jauh dari siapapun. Itu cara semesta berkomunikasi. Bahasanya nggak susah asal kita mau ngedengerin native speaker-nya: Hati kecil kita sendiri.

Kalau dipikir-pikir jalan yang nuntun Ikan Paus dan Dea saling nemuin juga “klenik” adanya. Kontras Ikan Paus dan Dea nyata sekali, tapi Dea tau intuisi Dea nggak pernah bohong. Kenyamanan dan ketentraman itu dirasa dan dipercaya, nggak harus terlalu dipikir-pikirin.

“Apa rasanya jalan sama aku?” Dea nanya ke Si Ikan Paus.
“Hmmm. Lucu.”
“Lucu apanya?”
“Lucu aja semuanya. Kamu nggak ngerasa lucu?”
“Iya, sih …”

Hari itu malem Jumat. Klenik pula. Tapi ada kalanya dua hal itu dimaknain di luar yang horor-horor. Waktu Ikan Paus nganter Dea pulang, Dea cerita pengalaman yang aneh-aneh. Tau-tau Ikan Paus ngusap-usap kepala Dea, “Untung kamu klenik.”
“Kenapa?”
“Karena kalau enggak, mungkin kita nggak akan ketemu …”

Sebenernya Dea percaya gimanapun caranya, Ikan Paus dan Dea tetep bakal ketemu. Kalau Ikan Paus dan Dea nggak bisa nemuin tanda-tanda “klenik” di sekitar kami, “keklenikan” – lah yang bakal nemuin kami di belantara peristiwa … ^_^


4 komentar: