Beberapa bulan yang lalu, Ikan Paus cerita tentang bunga-bunga lucu yang namanya Kembang Pukul Empat. Sejak saat itu Dea jadi sering meratiin kembang-kembang
itu. Bunga yang mekarnya baru jam empat sore itu terdiri dari macem-macem
warna. Ada kuning, ungu, putih, oranye, dan lain sebagainya. Kata Ikan Paus
Kembang Pukul Empat tumbuhnya gampang banget, makanya dia ada di mana-mana.
“Aku mau nanem Kembang Pukul
Empat di rumah kalo gitu,” kata Dea pada suatu hari.
“Hah? Kamu yakin? Itu gulma, lho.
Dia bakal tumbuh cepet dan ngambilin nutrisi taneman-taneman lain di
sekitarnya,” jelas Ikan Paus.
“Hooo … tapi bunganya kan lucu …”
“Gini aja. Di taman kamu ada
tempat yang terisolasi dari taneman-taneman lain nggak?”
“Di rumah aku ada pohon yang
dikelilingin paving block. Di sekitarnya masih ada sisa tanah. Kembang Pukul
Empatnya bisa aku tanem di situ?”
“Kayaknya tempat itu ideal. Coba
aja kamu tanem di situ. Tapi kamu betul-betul nggak takut Si Kembang Pukul
Empat ngeganggu taneman lain di
sekitarnya? Dia itu sekalinya udah berakar susah dibabatnya …” Ikan Paus nyoba
mastiin lagi.
“Mmmm … enggak. Aku bisa bilang
baik-baik ke Kembang Pukul Empatnya supaya dia jangan terlalu ngeganggu
temen-temennya. Aku yakin dia bakal ngerti dan bisa agak baik kalo disayang.”
Ikan Paus ketawa, “Ya udah kalo
kamu nggak takut …”
Ikan Paus dan Dea mulai ngumpulin
biji-biji Kembang Pukul Empat dan nanem mereka di tempat yang direncanain. Ternyata
boro-boro ngeganggu taneman lain, Temen-temen. Kembang Pukul Empat yang Dea
tanem nggak tumbuh sama sekali. Padahal kata Ikan Paus Kembang Pukul Empat
cukup tangguh dan mandiri, tanpa ada yang ngerawat aja dia bisa tumbuh subur
sendiri di pinggir-pinggir jalan.
“Coba aku yang tanem,” kata Ikan
Paus akhirnya pada suatu hari.
“Itu kan gulma. Kamu nggak takut?”
gantian Dea yang nanya.
“Aku nanemnya di pot …”
Ikan Paus dan Dea mulai ngumpulin
biji-biji Kembang Pukul Empat lagi. Abis itu Ikan Paus nanem mereka. Ternyata
mereka tumbuh-tumbuh aja. Para Kembang Pukul Empat itu adem ayem di pot sampe
pada suatu hari Ikan Paus ngebawa mereka ke rumahnya yang lain di Karang Mulya
untuk ditanem di situ.
Kebun di rumah Ikan Paus yang di
Karang Mulya terdiri dari beberapa petak. Salah satu petaknya ngadep ke jendela
besar, dipenuhin taneman liar, dan ditumbuhin rumput yang panjang-panjang.
Rencananya Ikan Paus mau nanem Kembang Pukul Empatnya di situ.
“Kembang Pukul Empat ini termasuk
keluarga semak. Kalau ada dia, gulma yang lain bakal kalah, rumputnya juga
nggak akan jadi tinggi-tinggi,” Ikan Paus ngejelasin alesannya nanem Kembang
Pukul Empat di sekitar situ.
Dea ngangguk-ngangguk aja. Dea
percaya Ikan Paus tau apa yang paling baik. Siang itu, sambil nyanyi-nyanyi,
Dea ngebantuin Ikan Paus nyabutin gulma dan nanem-nanemin para Kembang Pukul Empat.
Dea jadi kepikir. Mungkin
biji-biji Kembang Pukul Empat yang ditanem di rumah Dea sebenernya paham waktu
Dea ngomong baik-baik. Tapi mereka nggak bisa ngelawan naturnya. Kalau sampe
tumbuh dan idup, dia harus malakin nutrisi tumbuhan-tumbuhan lain di
sekitarnya. Karena Dea udah minta tolong dengan percaya, mereka nggak tega,
jadi mereka mutusin untuk sekalian nggak usah tumbuh aja.
Di rumah Ikan Paus Kembang Pukul
Empat boleh tumbuh sesuai naturnya. Ikan Paus mungkin nggak pernah
ngobrol-ngobrol sama Kembang Pukul Empat seperti Dea, tapi dia orangnya pinter.
Dia ngerti kebutuhan Kembang Pukul Empat dan tau gimana menuhinnya. Ikan Paus
memang begitu. Itu yang bikin Dea percaya dan nggak pernah ngeraguin setiap
tindakan yang dia pilih untuk lakuin.
Beberapa bulan yang lalu, sambil
ngeliatin Kembang Pukul Empat, Dea nyanyi-nyanyiin lagu “Flowers in the
Window”-nya Travis. Sekarang Si Kembang Pukul Empat bener-bener jadi “flowers
in the window” karena ditanem ngadep ke jendela besar. Dea nyanyi-nyanyi lagi
di dalem hati,
So now we're here and now is fine
So far away from there and there is time, time, time
To plant new seeds and watch them grow
So there'll be flowers in the window when we go
“Kita nanem daun mint, yuk,” ajak
Ikan Paus setelah selesai nanemin Kembang Pukul Empat.
“Di sebelah mana?” Dea nanya.
Ikan Paus ngajak Dea ke depan,
deket pintu masuk. Di situ ada sepetak tanah lagi yang masih agak kosong. Ikan
Paus nanem seiprit daun mint di sebelah situ.
“Nanti kalo udah tumbuh, daun
mint-nya kita potong terus kita tanem lagi di sebelahnya. Begitu seterusnya
sampe bagian sini penuh sama daun mint. Mungkin nggak ya bisa penuh?” Ikan Paus
ngeliatin halamannya sendiri.
“Pasti bisa penuh,” tanggep Dea yakin
dan bersemangat.
“Kalau suatu saat kita tinggal di
sini, bagian sini udah penuh sama daun mint. Setiap ujan, halaman kita bakal
wangi mint …”
“Wooow … aku bisa bikin cerita
tentang halaman yang lagi sikat gigi. Nanti kamu aku dongengin, ya …”
“Hahaha …”
Selanjutnya Ikan Paus dan Dea
beres-beres. Dea nyanyi-nyanyi lagi, tapi lupa lagu apa. Ikan Paus nggak banyak
komentar. Dia orangnya nggak terlalu banyak ngobrol-ngobrol kayak Dea. Tapi dia
selalu tau apa yang Dea butuhin, gimana menuhinnya secara seimbang, dan nggak
pernah ngelarang Dea tumbuh sesuai natur
Dea. Buat Dea, dia dan segala paketnya juga bukan sosok yang susah disayang dan
dimengerti. Dia pernah bilang, yang betul-betul dia butuhin seumur idup cuma
orang yang bisa bikin dia ketawa-ketawa dan bahagia. Gampang sekali menuhinnya
karena Ikan Paus sendiri yang bikin sisi itu bisa tumbuh sehat secara natural
di diri Dea.
Hampir delapan bulan Ikan Paus
dan Dea sama-sama. Dari awal, kebahagiaannya nggak berkurang justru semakin
bertambah. Toleransi bukan sesuatu yang
berat karena dilakuin dengan tulus dan penuh kasih. Nggak ada yang kerasa
terlalu nyusahin, apalagi jadi beban. Apapun yang dihadepin bisa dikomunikasiin
dan diselesein dengan hati damai. Semoga seterusnya kayak gini.
Wow look at us now
Flowers in the window
It's such a lovely day …
Bunga-bunga nggak bersemi untuk
dirinya sendiri. Semoga kebaikan yang ditumbuhin bisa ngeberkatin sebanyak-banyaknya makhluk ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar