“Tupai, belakangan ini aku gampang lelah dan selalu lapar dan haus. Luka-lukaku juga susah keringnya. Kira-kira aku kenapa, ya ?”
“Sepertinya kamu kena diabetes, Kelinci …”
Diabetes. Bisa jadi. Si Kelinci selalu makan yang manis-manis. Setiap hari ia pergi ke kota, mampir ke toko dan restoran yang menjual makanan manis, menghibur diri dengan acara “Gula-gula” asuhan chef Bara di televisi, lalu pulang ke hutan untuk makan wortel. “Aku suka wortel karena wortel sayur yang manis,” begitu kata Si Kelinci selalu.
Dan kini ia terkena diabetes.
“Aku harus bagaimana, dong?” tanya Si Kelinci clueless. “Seharusnya kamu pergi ke dokter. Setidaknya, bedietlah. Jangan makan gula lagi, makan sayur, dan banyak-banyak olahraga …”
Sejak saat itu Si Kelinci selalu makan sayur-sayuran. Setiap hari ia pergi ke pasar, berpura-pura tak melihat kios kue, selalu mampir membeli sayuran, dan berusaha menghibur diri dengan acara senam aerobik di televisi. Setelah itu ia pulang ke hutan dan minum air putih sebelum tidur.
“Bagaimana? Sudah merasa lebih sehat?” tanya Si Tupai. “Mmm …,” Si Kelinci mencoba mengenali tubuhnya sendiri, “aku tidak tahu. Aku jadi bingung yang mana sehat, yang mana sakit …”
Pada suatu hari, seorang mahasiswa Kedokteran Hewan kerja praktek ke hutan. Ia memeriksa semua hewan, termasuk Si Kelinci. Setelah melakukan beberapa tes, Si Mahasiswa mengerutkan kening.
“Aku diabetes, ya, Kak?” tebak Si Keilinci. “Oh … ng … di tubuh kamu, gula memang punya potensi jadi tinggi,” sahut Kak Dokter. Melihat Si Kelinci lemas, Kak Dokter segera menambahkan, “tapi sebagai pohon gula, bukan diabetes”.
Kuping Si Kelinci menegak. “Tapi, Kak, kenapa waktu itu lukaku susah kering? Kenapa aku selalu lapar, haus, dan lelah? Itu semua kan gejala diabetes,” berondong Si Kelinci masih tidak percaya. “Luka kamu susah kering karena pohon gula ditubuhmu berusaha mencari jalan keluar. Kamu selalu lapar dan haus karena Si Pohon sedang dalam masa pertumbuhan. Jangan khawatir kamu baik-baik saja. Kamu boleh terus makan yang manis-manis sambil olahraga teratur. Untuk sayur, saya rasa wortel dan buncis yang manis adalah pilihan yang tepat …” Kelinci sumringah cerah. Pohon gula di tubuhnya bereaksi menyambut harapan hidup.
Sejak saat itu, bersama telinga kelinci yang meninggi, tumbuh pohon gula. Ia subur berbuah makanan manis yang rekah secara random: donat, cokelat, kue gemblong, manisan … apaaa … saja sesuai bibitnya. Siapapun boleh memetiknya secara merdeka. Si Kelinci tak pernah takut kehabisan karena tahu makanan manis di pohonnya pasti akan berbuah lagi, lagi, dan lagi.
Pohon gula tumbuh tanpa rasa takut, menembus awan-awan, menjalar ke istana khayangan.
“Wah, sudah berbuah!”’ sorak pangeran khayangan.
“Sekarang kamu lihat sendiri kalau kelinci yang aku nyanyi-nyanyikan memang nyata ada.”
“Aku tahu. Sejak menyamar menjadi dokter dan bertemu dengannya secara langsung aku sudah percaya,” kata pangeran khayangan sambil memetik sepotong donat.
Teman-teman, tahukah kamu kalau setiap hari Cicak Oeswoyo yang merayap di dinding istana selalu menyanyi,
Kelinciku, kelinciku, kau manis sekali …
… dan kali itu, telinga Si Kelinci yang sudah tumbuh menjadi pohon dapat mendengarnya sendiri …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar